Jangan lelah untuk memaafkan. Posisi di mana kita adalah
sebenar-benarnya pemenang. Pemenang atas amarah yang sekian waktu terpendam.
Sebaliknya , jangan pula kita merasa jengah untuk meminta maaf. Bukankah masing-masing
kita adalah pribadi-pribadi lemah yang mungkin murni lepas dari kesalahan.
Tentu saja meminta maaf dengan niat yang tulus mengharap kenyamanan dan ridho
Allah SWT.
Maka cobalah renungkan, dalam konteks hubungan social
horizontal, siapa saja yang selama ini diperkirakan sering tersakiti oleh polah
tingkah dan ucaapan kita. Meski rasa-rasanya tidak kita sadari, terlebih yang
secara sadar diperbuat. Bila perlu buat daftar tertulis, mesti akan memerlukan
berlembar-lembar kertas buram, karena sking banyaknya masuk criteria demikian,
setipis apapun criteria itu. Tak harus serumit menyusun rencana strategis
seperti halnya lembaga modern nenetapkan jalan untuk menelurkan
kebijakan-kebijakan yang tentu saja memerlukan diskusi-diskusi yang
panjang. Manakala lembaran itu sudah
terisi, maka mulailah mencicil dari yang paling memungkinkan untuk segera
mungkiun dimintai maafnya. Syukur bisa bertatap muka secara langsung, jika
tidak, banyak cara atau media yang dapat kita gunakan untuk meminta maaf.
Lalun mengapa kita harus memulai ?
Karena maaf itu belajar, maka jangan pernah kita berharap
menunggu siapapun dating untuk mengiba maaf atas kesalahan yang diperbuat.
Boleh jadi tak aka nada siapapun yang merasa demikian. Jika benar begitu sampai
kapan kita akan menunggu ? Karena maaf
itu belajar, maka tali ukhuwah yang nyaris terputus lantaran egoism masing-masing
kita, hendaknya akan terus diperjuangkan agar kembali terjalin erat. Bekal
menapaki jalan kehidupan tak selamanya datar, sewaktu-waktu kita akan bertemu
dengan tebing yang terjal.
Salah itu wajar ?
Tanpa berani beresiko melakukan kesalahan, setiap kita hampir
pasti akan stagnan lantaran takut berbuat ini dan itu. Tentu bukan berarti
harus tabrak sana tabrak sini dan menjadikan wajar sebagai pembenaran.
Maka maaf itu belajar. Bersinergi dengan kesalahan, maaf
adalah sebagai peyeimbang. Cara kita belajar berlapang dada untuk mengakui
bahwa betul apa yang kita lakukan adalah sebuah kesalahan. Tentu dengan
parameter aturan-aturan yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya
yang mulia. Bukan belaka di batas logika, etika, terlebih estetika. “Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan
orang-orang yang boodoh” (QS. Al_A’raf : 199). PAYON 06072012-alhikmah.
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar